PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Pada bagian ini, penulis berusaha menjelaskan
bagaimana dan apa tujuan diadakannya PEMILU. Mengapa PEMILU menjadi penting dan
apa saja manfaat untuk ikut serta dalam memilih calon wakil rakyat bagia
seluruh warganegara indonesia. Semua itu harus dirangkum secara jelas sebagai
gambaran para pembaca saat pertama kali membukanya.
Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam
sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga
perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di
bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab,
rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara
untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu
tertentu. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.
2. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
A). Partisipasi Politik untuk ikut serta PEMILU di
tempat
B). Alasan tidak hadir dalam PEMILU
RUMUSAN
MASALAH
A. Partisipasi
Politik untuk ikut serta PEMILU di tempat
Partisipasi Berbabagai Untur masyarakat dalam ikut
serta menyelenggarakan PEMILU serentak merupakan parameter untuk Pemilu yang
Adil dan Berintegritas.
Peran Warga Negara yang telah dewasa secara politik
dalam proses penyelenggaraan pemilu dilaksanakan sesuai peraturan
perundang-undangan dan suara yang diberikan ikut menentukan hasil pemilu.
Sembilan bentuk partisipasi
Setidaknya terdapat sembilan bentuk partisipasi
warga negara dalam proses penyelenggaraan tahapan pemilu. Pertama, keterlibatan
anggota parpol dalam proses seleksi calon anggota DPR dan DPRD, serta dalam
memberikan masukan untuk perumusan visi, misi, dan program parpol dalam pemilu.
Untuk pemilu anggota DPR dan DPRD 2014 dapat disimpulkan tak ada parpol peserta
pemilu yang melibatkan anggota di akar rumput dalam proses seleksi calon dan
penyusunan visi, misi, dan program partai. Yang dilibatkan hanya sekelompok
kecil anggota yang jadi elite partai pada kepengurusan partai tingkat nasional
dan daerah. Kedua, keterlibatan para aktivis LSM dalam menyelenggarakan program
pendidikan pemilih (voter’s education). Tujuan dari pelaksanaan program ini
adalah meningkatkan kecerdasan pemilih dalam menentukan perilaku memilih. Untuk
menyongsong Pemilu 2014 boleh dikatakan tak ada LSM yang melaksanakan program
pendidikan pemilih secara sistematik. Dua faktor penyebab utama mengapa ormas
sipil absen dalam melakukan pendidikan pemilih: tidak tersedia dana karena
sejumlah negara donor sudah menghentikan dana hibah untuk pendidikan pemilih,
serta para aktivis LSM yang berminat dan berpengalaman dalam bidang ini sudah
beralih ke bidang kegiatan lain, sementara pendatang baru kurang berminat.
Ketiga, mendukung secara aktif parpol peserta pemilu atau calon tertentu, baik
dengan menjadi peserta kampanye pemilu maupun ikut menyumbang dana kampanye
dalam bentuk uang dan/atau barang dan jasa. Jumlah peserta kampanye pemilu
anggota DPR dan DPRD, khususnya kampanye dalam bentuk rapat umum, kian
berkurang termasuk pada kampanye parpol papan atas. Bahkan, partisipasi
perseorangan dalam memberikan dukungan dana kampanye untuk pemilu anggota DPR
dan DPRD lebih rendah lagi. Kepercayaan warga masyarakat kepada parpol memang
kian rendah, selain rapat umum masih banyak bentuk kampanye pemilu lain
(pemasangan alat peraga, iklan melalui media, pertemuan tatap muka, dan
kampanye dari rumah ke rumah), dan sebagian pemilih lebih suka meminta uang
daripada memberikan sumbangan dan kampanye kepada partai/calon. Bahkan,
sebagian calon lebih memilih kampanye dari rumah ke rumah. Transaksi jual-beli
suara justru terjadi pada bentuk kampanye seperti ini. Partisipasi sebagai
peserta kampanye rapat umum dan pemberian sumbangan dana kampanye (dana gotong
royong) jauh lebih besar pada Pemilu Presiden (Pilpers) 2014 daripada Pemilu
Legislatif (Pileg) 2014. Keempat, mengajak orang lain mendukung parpol/calon
tertentu dan/atau untuk tidak mendukung parpol/calon lain dalam pemilu. Karena hampir
semua parpol memiliki ideologi yang sama, yaitu pragmatisme, pemilu lebih
banyak merupakan persaingan antarcalon dari segi popularitas daripada
persaingan ideologik Kampanye pihak ketiga, sebagai tim pendukung tak resmi
atau bersifat independen, praktis lebih banyak muncul pada pilpres daripada
pileg. Partisipasi relawan seperti ini jauh lebih besar pada Pilpres 2014 dari pada
Pileg 2014.
Kelima, keterlibatan
dalam lembaga pemantau pemilu yang mendapat akreditasi dari KPU untuk melakukan
pemantauan terhadap satu atau lebih tahapan pemilu di sejumlah daerah
pemilihan. Hanya sebagian dari 17 lembaga pemantau yang dapat akreditasi dari
KPU yang melaksanakan program pemantauan Pileg 2014. Yakni, LP3ES untuk
pemutakhiran daftar pemilih; Perludem untuk proses pemungutan dan penghitungan
suara; JPPR untuk proses pemungutan dan penghitungan suara serta partisipasi
pemilih difabel; Migrant Care untuk pemilih di luar negeri; Kemitraan untuk
kampanye dan dana kampanye, serta proses pemungutan dan penghitungan suara;
KIPP untuk proses pemungutan dan penghitungan suara. Karena keterbatasan sumber
daya, pemantauan pemilu tak dilakukan secara menyeluruh, baik dari segi tahapan
maupun provinsi. Kemitraan, misalnya, hanya melakukan pemantauan di lima
provinsi (Jateng, Sumut, NTB, Papua, dan Maluku). Kontribusi utama lembaga ini
menjaga agar pemilu diselenggarakan sesuai peraturan perundang-undangan.
Keenam, keterlibatan pemilih dalam melakukan pengawasan atas proses
penyelenggaraan tahapan pemilu: mengawasi apakah pemilu diselenggarakan sesuai
peraturan perundang-undangan. UU Pemilu menentukan tiga pihak yang dapat
mengajukan pengaduan tentang dugaan
pelanggaran atas Ketentuan Administrasi Pemilu,
Ketentuan Pidana Pemilu, atau Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Ketiga pihak
tersebut adalah pemilih terdaftar, pemantau pemilu, dan peserta pemilu.
Pengaduan tentang dugaan pelanggaran pemilu ini disampaikan ke Panitia Pengawas
Pemilu (Panwas)/Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Karena Panwas/Bawaslu hanya
akan bertindak jika ada pengaduan dari satu atau lebih dari tiga pihak itu dan
jumlah kasus yang ditangani Bawaslu seluruh Indonesia mencapai ribuan, dapat
diduga cukup banyak yang menyampaikan pengaduan. Belum diketahui seberapa
banyak pemilih yang menyampaikan pengaduan tentang dugaan pelanggaran pemilu ke
Panwas/Bawaslu. Ketujuh, ikut memilih atau memberikan suara di TPS pada hari
pemungutan suara (voting turnout). Jumlah warga negara yang berhak memilih yang
terdaftar sebagai pemilih untuk Pemilu 2014 mengalami peningkatan dari sekitar
85 persen pada Pileg 2009 menjadi 95-97 persen untuk Pileg 2014. Peningkatan
ini terjadi karena daftar pemilih tak lagi disamakan dengan daftar penduduk
ber-NIK. Partisipasi pemilih terdaftar dalam memberikan suara untuk Pileg 2014
mengalami peningkatan dari 70,29 persen pada Pemilu 2009 menjadi 76,11 persen
untuk Pemilu 2014. Peningkatan ini terjadi karena pengaruh para capres yang
sudah melakukan kampanye lebih awal. Jumlah suara sah mengalami peningkatan
dari 85,59 persen (jumlah suara tak sah 14,41 persen) pada Pileg 2009 menjadi
90 persen (jumlah suara tak sah 10 persen) untuk Pileg 2014. Meski cara nyoblos
sudah menggantikan cara nyontreng, ternyata jumlah suara tak sah masih tinggi.
Peran lembaga surveydan media
Selanjutnya, kedelapan, keterlibatan aktif lembaga
survei untuk melakukan exit poll (mengajukan pertanyaan kepada pemilih secara
acak segera setelah memberikan suara di TPS) atau penghitungan cepat (quick
count) atas hasil pemungutan suara di TPS yang jadi sampel. Pada 9 April 2014
terdapat 11 lembaga yang melakukan penghitungan cepat atas hasil penghitungan
suara rata-rata 2.200 TPS dari 546.278 TPS pileg seluruh Indonesia. Antara
lain, CSIS-Cyrus, SMRC, Poltracking, Indikator Indonesia, Litbang Kompas,
Populi Center, Barometer Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, dan RRI. Kalau
setiap lembaga survei menetapkan 2.200 TPS sebagai sampel dan setiap TPS ada
seorang peneliti, ke-11 lembaga survei mengerahkan tak kurang dari 24.200
peneliti lapangan. Ditambah tenaga koordinator di daerah, tenaga operator
penerima, pengolah data, dan analisis data pada tingkat nasional, jumlah warga
yang berpartisipasi melalui lembaga survei ini mencapai 30.000 orang. Lembaga
survei seperti ini mempunyai dua kontribusi: menawarkan prediksi hasil pemilu
dan menjadi pembanding bagi hasil pemilu yang ditetapkan KPU. Kesembilan,
keterlibatan pekerja media cetak dan elektronika secara aktif dalam proses
peliputan kegiatan pemilu dan/atau penulisan dan penyiaran berita tentang
kegiatan pemilu. Mengingat jumlah media cetak (surat kabar, tabloid, majalah) dan
elektronik (radio, TV, dan media sosial) yang meliput kegiatan pemilu sekarang
ini begitu banyak, baik pada aras nasional maupun lokal, diperkirakan semua
jenis media ini mengerahkan jutaan warga negara, baik yang bertugas di lapangan
maupun di kantor redaksi dan studio. Kontribusi utama media dalam
menyebarluaskan informasi tentang pemilu lebih besar daripada apa yang
dilakukan KPU dengan seluruh aparatnya dalam menyebarluaskan informasi tentang
pemilu.
B). Alasan
tidak hadir dalam PEMILU
Ada beberapa asalan bagi masyarakat yang tidak
menghadiri pesta demokrasi pada PEMILU 2019 ini di antaranya yaitu :
1. Masyarakat Berfikir dengan Keikut sertaan pemilu
tidak akan merubah nasib hidup mereka siapapun Presidennya
2. Permasalahan pada Calon legislatif atau Calon presiden
tidak ada yang baik menurut penilaian pada masyarakat sehingga masyarakat tidak
serta merta percaya pada system politik yang berjalan sekarang.
3. Masyarakat tidak percaya sama sekali dengan
Sistem Demokrasi Perwakilan tetapi hanya percaya pada Sistem Demokrasi Langsung
4. Buruknya Teknis pemilu atau Halangan pada
Manjikan sehingga Masyarakat tersebut tidak bisa memilih hak suaranya sesuai
dengan keinginannya.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap
sebagai lambang dan tolak ukur demokrasi. Pemilu yang terbuka, bebas
berpendapat dan bebas berserikat mencerminkan demokrasi walaupun tidak beguitu
akurat. Pemilihan umum ialah suatu proses pemilihan orang-orang untuk mengisi
jabatan-jabatan politik tertentu. Dalam ilmu politik dikenal berbagai macam
sistem pemilu dengan berbagai variasi, tetapi umumnya berkisdar pada dua
prinsip pokok, yaitu : sistem distrik dan sistem proprosional.
Sejak awal kemerdekaan Indonesia telah mengalami
pasang surut dalam sistem pemilu. Dari pemilu terdahulu hingga sekarang dapat
diketahui bahwa adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok
untuk Indonesia . sejak awal pemerintahan yaitu demokrasi parlementer,
terpimpin, pancasila dan reformasi, dalam kurun waktu itulah Indonesia telah
banyak mengalami transformasi politik dan sistem pemilu.
Melihat fenomena politik Indonesia, sistem pemilihan
umum proprosinal tertutup memang lebih menguntungkan , tetapi harus diikuti
dengan transparansi terhadap publik kalau tidak akan menimbulkan oligarki
pemerintahan. Pada akhirnya konsilidasi partai politik dan sistem pemilihan
umum sudsah berjalan denganm baik. Akan tetapi, itu belum berarti kehidupan
kepartaian Indonesia juga sudah benar-benar siap untuk memasuki zaman global.
Sejumlah kelemahan yang bisa diinventarisir dari kepartaian kita adalah
rekrutmen politik, kemandirian secara pendanaan, kohesivitas internal,dan
kepemimpinan.
Sumber
:
Koran
Kompas
Koran
WartaKota
Web
/ Internet
https://pengertianahli.id/2013/12/pengertian-pemilihan-umum-pemilu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar