Senin, 08 Juli 2019

MAKALAH TENTANG WAJIB MILITER

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertahanan negara merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara yang merupakan usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana yang tercantum dalam Alenia Keempat UUD NRI 1945. Dalam penyelenggaraan pertahanan negara tersebut, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara sebagai pencerminan kehidupan kebangsaan yang menjamin hak-hak warga negara untuk hidup setara, adil, aman, damai, dan sejahtera. Bahkan, hal ini telah tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, Indonesia mengembangkan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, atau yang lazim disebut Sishankamrata. Pertahanan negara model ini pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan yang bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran terhadap hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat (survival of the nation and survival of the state), bermakna pula sebagai pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh sebagai cerminan atas sifat kesemestaannya.[1] Penggunaan sistem ini telah terakomodir dalam Pasal 30 ayat (2) UUD NRI 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat merupakan kekuatan pendukung dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara


Namun, Anggota Komisi I DPR I Bidang Pertahanan DPR, Susaningtyas Kertopati menilai bahwa TNI belum mampu melaksanakan fungsi pertahanan secara menyeluruh untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan dari ancaman. Ancaman tersebut bersifat militer dan nonmiliter, bersifat internal maupun eksternal, fisik dan nonfisik serta bersifat multidimensional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.[2] Dengan dilatarbelakangi pelaksanaan fungsi pertahanan negara merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa dan negara inilah, Wacana wajib militer mencuat kembali dalam Rancangan Undang-undang Komponen Cadangan Negara, untuk selanjutnya disebut RUU Komcad. Mengingat Pasal 30 ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa rakyat sebagai kekuatan pendukung dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, subjek penerapan wajib militer di Indonesia dalam konteks ini adalah seluruh warga negara di Indonesia.


B. Rumusan Masalah
1. Pro Penerapan Wajib Militer Di Indonesia
2. Kontra Penerapan Wajib Militer Di Indonesia







RUMUSAN MASALAH


1. Pro Penerapan Wajib Militer Di Indonesia
Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Hal ini dapat ditemukan dalam pernyataan dalam Alenia Kedua Pembukaan UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia”. Dalam buku Santiaji Pancasila, J.W. Sulandra menyebutkan bahwa dari pernyataan dalam Alenia Kedua Pembukaan UUD 1945 terkandung kewajiban moral bagi warga negara sebagai pewaris bangsa untuk menerangkan berhasilnya perjuangan bangsa Indonesia dalam menegakkan kemerdekaan negera Indonesia sebagai negara nasional. Oleh karena kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan, maka ada kewajiban moral bagi pewaris untuk menjaga terpeliharanya itu.[4] Berkaitan dengan hal tersebut, hukum harus dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa tanggung jawab warga negara terhadap terjaga dan terpeliharanya kemerdekaan Indonesia sebagaimana pendapat dari Satjipto Rahardjo yang menyatakan bahwa hukum, sebagai sarana perekaya sosial, harus dapat menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat.[5] Oleh karena itu, upaya menumbuhkembangkan kewajiban moral bagi warga negara untuk menjaga terpeliharanya kedaulatan tersebut hanya dapat diwujudkan secara sempurna melalui penerapan wajib militer.

Dalam doktrin pertahanan dan keamanan negara, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia menghendaki adanya bentuk integralistik dalam bidang Pertahanan dan Keamanan negara yang dirumuskan dalam bentuk wawasan nasional yang berintikan kekompakan, kesatuan, dan persatuan serta keterpaduan antara pemerintah, angkatan bersenjata, dan rakyat.[6] Kekompakan, kesatuan, dan persatuan serta keterpaduan hanya akan terjadi ketika para anggota kelompok, termasuk pemimpinya, mempunyai tata nilai yang sama.[7] Penanaman tata nilai yang sama ini hanya dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan dalam upaya pertahanan dan keamanan negara yang paling relevan adalah melalui penerapan wajib militer.

Berbeda dengan perumusan hak-hak konstitusional yang lain, hak warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara selalu berdampingan dengan kewajiban untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Rumusan Pasal 30 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara merupakan pasal yang berbentuk kumulatif. Hal ini berarti bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara tidak hanya dipandang menganai hak semata, tetapi juga kewajiban warga negara. Menurut Rowland B. F. Pasaribu, refleksi dari hak warga negara untuk ikut serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara merupakan wujud kehormatan dan tanggung jawab warga negara untuk berkontribusi dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.[8] Hal ini berarti bahwa antara hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara bertalian erat sehingga hak dalam konteks tersebut merupakan amanat yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara sebagai kekuatan pendukung dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Carl Joachim Friedrich menyatakan bahwa konstitusi merupakan upaya untuk secara jelas mewadahi semua kehendak politik rakyat selaku anggota masyarakat hukum.[9] Dalam menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara, bangsa Indonesia menyadari bahwa tidaklah cukup jika hanya mengandalkan kekuatan sentral dari Tentara Nasional Indonesia saja tetapi juga setiap warga negara harus ikut hadir didalamnya. Oleh karena itu, UUD NRI 1945 menyatakan secara tegas bahwa rakyat adalah kekuatan pendukung dalam usaha pertahanan dan keamanan negara dalam Pasal 30 ayat (2). Dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, usaha pertahanan dan keamanan negara ini tidak akan terwujud dengan baik apabila rakyat tidak memiliki kemampuan pertahanan dan keamanan yang mumpuni. Usaha pertahanan dan keamanan negara merupakan jelmaan dari pokok pikiran bahwa setiap warga negara wajib ikut serta dalam mempertahankan negara demi persatuan dan kesatuan bangsa yang secara langsung melindungi segenap bangsa Indonesia. Hal ini merupakan aktualisasi dari sila ketiga yang menjadi landasan salah satu aspek kehidupan nasional khusus di bidang pertahanan keamanan. Hal ini berarti setiap warga negara memiliki kewajiban dalam menjaga dan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan suatu negara dengan cara mereka hadir didalamnya dan ikut serta secara langsung. Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya kehendak rakyat Indonesia sendirilah yang menginginkan adanya pendidikan dan pelatihan dalam upaya pertahanan dan keamanan negara bagi seluruh rakyat Indonesia, dan penerapan wajib militer adalah wadah untuk melaksanakan amanat Pasal 30 ayat (2) UUD NRI 1945.

Sejatinya, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan persiapan secara dini dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara disebutkan bahwa pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman yang diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara. Hal ini berarti bahwa sistem pertahanan negara Indonesia dipersiapkan secara dini, termasuk persiapan secara dini bagi rakyat sebagai kekuatan pendukung dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Hal ini diperkuat dengan adanya Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta, yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman. Oleh karena itu, pemerintah wajib untuk memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung dalam usaha pertahanan dan keamanan negara baik dalam kondisi damai maupun kondisi perang. Bahkan, Pasal 9 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan secara tegas bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara diselenggarakan melalui pelatihan dasar kemiliteran secara wajib. Hal ini berarti bahwa penerapan wajib militer di Indonesia merupakan upaya yang wajib dilaksanakan dalam rangka menciptakan pola sistem pertahanan dan keamanan negara yang total, terpadu, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan. Mengingat pelatihan dasar kemiliteran secara wajib merupakan turunana dari hak konstitusional warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, negara, terutama pemerintah, wajib memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak tersebut yang sejatinya tanggung jawab negara, terutama pemerintah sebagaimana yang tercermin dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD NRI 1945. Ketika negara tidak menerapkan wajib militer, negara telah melalaikan kewajibannya untuk memenuhi hak konstitusional warga negaranya dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.


2. Kontra Penerapan Wajib Militer Di Indonesia
Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 bertalian erat bukan hanya terhadap kewajiban warga negara dalam upaya pembelaan, pertahanan, dan keamanan negara, tetapi juga menyangkut mengenai hak. Dworkin berpendapat bahwa hak bukan apa yang dirumuskan, melainkan nilai yang mendasari perumusan tersebut. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa perumus UUD NRI 1945 sejatinya menginginkan warga negara untuk secara sukarela membela, mempertahankan, mengamankan negara tanpa harus memberlakukan kewajiban yang bersifat imperatif kepada warga negara. Hal ini diperkuat dengan adanya Penjelasan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menyatakan bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Hal ini berarti bahwa upaya bela negara merupakan bentuk rasa cinta tanah air sehingga tidak perlu adanya paksaan dalam usaha menimbulkan rasa cinta tersebut.

Selain itu, Pasal 30 Ayat (1) UUD NRI 1945 menjelaskan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara bukan hanya merupakan sebuah kewajiban bagi warga negara, tetapi juga hak. Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa bukan hak diciptakan oleh hukum, melainkan hak yang memaksa adanya hukum.[10] Dengan demikian, Pasal 30 ayat (1) UUD NRI 1945 diciptakan untuk menjamin adanya hak warga negara untuk dapat ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pada prinsipnya, Hak adalah wewenang yang diberikan hukum obyektif (hukum yang berlaku umum) kepada subyek hukum. Seseorang dapat mengunakan haknya seluas mungkin asalkan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang berlaku.[11] Dengan demikian, batasan adanya pemenuhan hak didasarkan pada kaidah-kaidah yang berlaku. Penerapan wajib militer di Indonesia sangat tidak tepat karena negara mengharuskan penggunaan hak warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Selaras dengan klausul kewajiban, hal tersebut secara jelas akan menimbulkan suatu sanksi bagi setiap warga yang tidak penerapan wajib militer tersebut. Adanya sanksi ini menggambarkan bahwa negara terkesan otoriter dengan memaksakan penggunaan hak seseorang untuk ikut serta dalam menerapkan wajib militer.

Wajib militer merupakan sebuah pemaksaan dari negara kepada warga negara. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tidak diakomodirnya conscientious objection dalam konsep wajib militer. Dalam konsep wajib militer, warga negara tidak bisa menolak mengikuti wajib militer dengan alasan bahwa hati nurani dan keyakinannya melarang ia untuk terlibat dalam setiap bentuk kekerasan dan penggunaan senjata serta pembunuhan. Ketika hal tersebut terjadi, maka wajib militer sesunggungguhnya merupakan pelanggaran terhadap Pasal 28 E ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak setiap orang untuk menyatakan sikap dan pikiran sesuai dengan hati nuraninya.

Penerapan wajib militer sebagai satu-satunya cara bagi warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara merupakan bentuk pereduksiaan makna dari konsep pertahanan dan keamanan semesta. Dalam konsep Negara integralistik berlandaskan Pancasila, setiap komponen negara memiliki tugasnya masing-masing dengan menciptakan suasana yang baik, membina toleransi, sikap saling menghormati dan menghargai. Pemenuhan konsep negara integralistik berkenaan dengan tanggung jawab rakyat terhadap negara dalam pertahanan dan keamanan negara diwujudkan melalui partisipasi sosial, dukungan sosial, dan pengawasan sosial.[12] Hal ini telah dituangkan dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menyatakan bahwa Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara diselenggarakan melalui pengabdian sesuai dengan profesi. Oleh karena itu, tanpa perlu harus melakukan penerapan wajib militer, rakyat Indonesia tetap dapat membantu perjuangan Tentara Nasional Indonesia dalam sistem pertahanan dan keamanan semesta.




PENUTUP

A. Kesimpulan
1.Berkaitan dengan substansi hukum, menghilangkan segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengandung substansi mengenai kewajiban imperatif terhadap warga negara dalam upaya pertahanan dan keamanan negara bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk menghilangkan RUU Komcad dari Prolegnas, dan merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, terutama pasal Pasal 7

2. Berkaitan dengan struktur hukum, melakukan rekrutmen personil TNI serta menambah anggaran belanja alutsista Indonesia untuk menutupi kekurangan personil dan alutsista apabila TNI belum mampu melaksanakan fungsi pertahanan secara menyeluruh untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan dari ancaman.

3. Berkaitan dengan substansi hukum, memberikan pendidikan kewarganegaraan kepada warga negara melalui penghidupan kembali Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) agar warga negara Indonesia memahami bahwa mereka bersaudara sehingga dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dengan menghilangkan konflik horizontal akibat berbagai macam perbedaan.








SUMBER :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar